Wednesday, June 12, 2019

Nilai - Nilai Berlaku di Masyarakat - Sumar Blog


Sumber gambar : Freepik

Nilai – Nilai Yang Berlaku di Masyarakat | Ulasan Lengkap Materi Sosiologi

Nilai-nilai sosial adalah prinsip, patokan-patokan, anggapan, maupun keyakinan-keyakinan yang berlaku di suatu masyarakat. Di dalam masyarakat, ada patokan-patokan yang perlu dipatuhi, dianggap baik, benar, dan berharga bagi warga masyarakat. Patokan-patokan itu tidak tertulis, namun hidup dalam alam pikiran setiap warga masyarakat. Setiap generasi mewarisi nilai sosial dari generasi sebelumnya. Kapan terbentuknya setiap nilai social tidak dapat diketahui secara pasti. Namun, suatu prinsip atau patokan berperilaku dianggap telah menjadi nilai sosial apabila seluruh warga masyarakat menyepakatinya. Nilai sosial yang telah diakui, disepakati dan dipatuhi bersama oleh suatu kelompok masyarakat secara sosial bersifat mengikat.
Banyak sekali nilai sosial yang berkembang di suatu masyarakat. Nilai-nilai itu diperlukan untuk mengatur hubungan antarwarga masyarakat. Semakin berkembang suatu masyarakat, nilai-nilai sosialnya pun berubah. Perubahan nilai sering disebut juga pergeseran nilai. Berikut ini, akan dijelaskan nilai gotong royong dalam masyarakat kita. Bagaimana nilai itu mengatur kehidupan warga masyarakat, dan perubahan (pergeseran) apa yang terjadi.
Masyarakat tradisional Indonesia pada umumnya menganut prinsip gotong royong. Misalnya, kegiatan bersih desa, memperbaiki saluran irigasi pertanian, atau membangun jalan-jalan di perkampungan, bahkan kegiatan membangun rumah di desa-desa masih dikerjakan secara bergotong royong. Di Jawa Tengah, hal ini dikenal dengan istilah sambatan. Hanya pekerjaan khusus seperti tukang kayu dan tukang batu yang dibayar. Orang kota mewujudkan nilai gotong royong dalam bentuk lain. Di lingkungan kerja mereka yang sibuk, pada umumnya selalu ada pengumpulan dana sukarela secara rutin. Dana itu digunakan untuk membantu warga kelompok yang sedang kesusahan. Kesibukan orang kota yang bekerja di sektor formal membuat nilai gotong royong berubah bentuk. Walaupun makna dasarnya sama, namun kadar dan bentuknya berbeda. Pergeseran nilai gotong royong berhubungan dengan sifat masyarakat kota yang praktis, efisien, dan cenderung individualistik.
Nilai sosial ada dalam setiap kehidupan manusia, baik sebagai pribadi maupun dalam masyarakat. Setiap masyarakat memiliki nilainilai sosial yang berbeda dengan masyarakat lain. Demikian juga, setiap individu mungkin menganut nilai-nilai sosial yang berbeda dengan orang lain. Seperti dijelaskan dalam contoh di atas, masyarakat kota mempunyai sifat individualistik, sedangkan masyarakat desa cenderung mengutamakan kebersamaan dan kekeluargaan. Perbedaan itu menunjukkan bahwa kedua masyarakat menganut nilai pergaulan yang berbeda, contohnya dalam lingkup pribadi. Risna beranggapan, bahwa setelah lulus SMA nanti, dia lebih baik mencari pekerjaan untuk dapat menghasilkan uang sendiri, walaupun orang tuanya mampu membiayai dia kuliah, sedangkan Dewi beranggapan, bahwa meneruskan pendidikan hingga memperoleh gelar kesarjanaan sangat penting baginya. Perbedaan anggapan dalam hal pendidikan dan pekerjaan antara Risna dan Dewi, menunjukkan keduanya menganut nilai yang berbeda.

Nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat bersumber pada:
1. hukum-hukum alam; suatu masyarakat biasanya mengambil nilai tertentu pada kejadian-kejadian alam. Misalnya, penebangan liar dianggap hal tercela karena dapat menyebabkan banjir;
2. kebenaran umum; konsep awalnya sangat sederhana yaitu lahir dari kondisi alamiah setiap individu dalam masyarakat. Misalnya, dipukul rasanya sakit, maka memukul orang lain bertentangan dengan kebenaran umum;
3. anggapan terhadap kekuasaan tresedental; Individu dengan segala keterbatasannya pada kondisi tertentu akan mencari kesempurnaan di luar wilayahnya.

Dari sumber-sumber tersebut suatu nilai mengalami proses penerimaan menjadi nilai sosial. Penerimaan ini terjadi dalam tiga tahap, yaitu:
1. transformasi; penyampaian informasi ke dalam tiap-tiap individu anggota masyarakat. Penyampaian informasi dilakukan dengan dua cara yaitu rasionalisasi dan doktrin;
2. diskusi; proses sosial yang memusyawarahkan tentang suatunilai. Dari proses ini, melahirkan penilaian apakah suatu nilai sosial diterima atau kebetulan; serta
3. kritik; kondisi sosial yang berubah-ubah memerlukan kritik untuk menafsir nilai sosial agar sesuai dengan perkembangan zaman.

Di dalam masyarakat terdapat bermacam-macam nilai sosial, yaitu nilai rohani, nilai material, nilai vital, dan nilai perserikatan.

1. Nilai Rohani
Nilai rohani berkaitan dengan penghargaan terhadap segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai rohani meliputi nilai keindahan (estetika), nilai kesopanan (etika), dan nilai ketuhanan (religius). Perwujudan nilai rohani dapat berbentuk ekspresi dan apresiasi seni, kejujuran sikap, dan ketaatan beragama. Menurut Notonagoro, nilai rohani dapat dibedakan menjadi empat yaitu nilai estetika, nilai etika, nilai keilmuan, dan nilai religius.

a. Nilai Estetika
Nilai estetika berhubungan dengan ekspresi perasaan atau isi jiwa seseorang mengenai keindahan.Setiap orang memiliki penghayatan yang berbeda terhadap keindahan. Ada orang yang penghayatan estetikanya disalurkan lewat gambar, sastra, arsitektur, tari-tarian, musik dan nyanyian, ukir-ukiran, dan tata warna. Hampir semua aspek kehidupan manusia diwarnai oleh nilai estetika. Setiap kali membeli tas, buku, dan pakaian baru, salah satu pertimbangan pilihan Anda adalah keindahan penampilannya. Bahkan, cara orang berbicara pun tidak terlepas dari unsure nilai keindahan. Simaklah ceramah atau pidato orang-orang terkenal seperti KH. Zainudin MZ dan A.A. Gym. Keindahan susunan bahasa membuat ceramah mereka disukai orang, di samping isinya juga diperhatikan. Nilai-nilai keindahan tidak dapat diukur karena bersifat relatif dan subjektif. Lain orang lain penghayatan dan penilaiannya.
b. Nilai Etika
Nilai etika adalah segala sesuatu yang menyangkut perilaku terpuji. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menyebutnya dengan istilah tatakrama atau sopan-santun. Nilai etika disebut juga nilai watak atau nilai kepribadian. Nilai watak tercermin pada sikap adil, kejujuran, keberanian bertindak, dan kemampuan mengontrol diri. Misalnya, orang yang menjunjung nilai watak tidak akan mengingkari janji yang ia sepakati. Ukuran terpuji atau tidaknya sesuatu, bergantung penilaian masyarakat yang bersangkutan. Secara umum, perilaku suka menolong dan rela berkorban demi orang lain dianggap terpuji. Anda akan mendapat pujian dari orang lain, karena telah melakukan perbuatan yang baik atau mulia. Anda akan dicela orang lain, apabila melakukan tindakan yang tercela. Hal tersebut menunjukkan, bahwa dalam pergaulan hidup bermasyarakat ada nilai etika yang berperan mengendalikan perilaku kita. Dalam berbicara, berpakaian, makan, berlalu-lintas, bertamu, dan perbuatan lainnya, semua dikendalikan oleh nilai etika.
Perlu diperhatikan, bahwa suatu perilaku yang dianggap terpuji bagi masyarakat tertentu, belum tentu dianggap terpuji bagi masyarakat lain. Ukuran etika bersifat relatif dan berhubungan dengan kebudayaan yang dikembangkan oleh masyarakat bersangkutan.
c. Nilai Keilmuan
Nilai keilmuan tercermin dalam berbagai usaha manusia mencari pengetahuan dan kebenaran. Misalnya, seseorang yang menyukai belajar tekun atau mengadakan penelitian, berarti dia menjunjung tinggi nilai keilmuan. Masyarakat yang warganya menjunjung tinggi nilai ini. Pada umumnya berkembang dan cepat maju. Walaupun kegiatan pendidikan dan proses belajar ada di dalam setiap masyarakat, namun nyatanya tidak semua masyarakat sama tingkat kemajuannya. Hal ini disebabkan oleh kadar penghargaan mereka terhadap nilai keilmuan tidak sama. Pikirkanlah, mengapa bangsa Jepang, Jerman, dan bangsa Barat mampu menguasai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sementara kita jauh tertinggal?
d. Nilai Religius
Nilai religius berkaitan dengan kepercayaan terhadap Tuhan. Hanya orang atheis yang tidak percaya akan adanya kekuatan Tuhan. Setiap agama dan kepercayaan meyakini adanya kekuatan Tuhan. Keyakinan itu berpengaruh terhadap perilaku manusia. Sehingga, secara umum orang berpedoman pada ajaran-ajaran yang diyakini berasal dari Tuhan. Tuhan mengajak kepada kebaikan dan keselamatan. Apabila Anda selalu berbuat baik, suka membantu sesama, tidak menyakiti orang lain, dan patuh menjalankan perintah agama dengan didasari keyakinan bahwa itu semua akan dibalas dengan pahala dari Tuhan, maka Anda telah berpedoman pada nilai-nilai religius.


2. Nilai Material
Nilai material berkaitan dengan anggapan masyarakat mengenai materi atau kebendaan dan kekayaan. Setiap orang memiliki pandangan yang berbeda terhadap kekayaan, dan ini dipengaruhi oleh nilai-nilai yang ada di masyarakatnya. Ada orang yang mengutamakan kekayaan berlimpah sebagai ukuran keberhasilan hidup, sementara orang lain mungkin lebih mengutamakan keberhasilan pendidikan anak-anaknya. Menurut Clifford Geerzt, kelompok masyarakat Jawa yang disebut kaum priyayi memandang rendah nilai materi, tetapi memandang tinggi nilai kedudukan sosial. Cobalah Anda pelajari lebih lanjut perihal nilai material yang dianut kaum priyayi Jawa. Dalam lingkup yang lebih luas, nilai material disebut nilai ekonomi. Nilai ini tercermin dalam sistem ekonomi yang dianut oleh suatu masyarakat atau individu.
Dalam masyarakat global sekarang ini sedang disepakati berlakunya sistem pasar bebas. Ini berarti praktik-praktik persaingan bebas (free fight liberalism) dianggap baik. Negara yang tidak mendukung sistem itu akan diberi sanksi dunia. Dalam lingkup pribadi, nilai ekonomi tercermin dalam sikap hemat pengeluaran.

3. Nilai Vital
Nilai vital berhubungan dengan penghargaan terhadap kesehatan dan kebugaran organ-organ tubuh. Kegiatan olah raga dan mengonsumsi makan cukup gizi mencerminkan nilai vital. Bergaya hidup sehat, tidak mengonsumsi makanan atau obat-obatan yang merusak vitalitas fisik juga menunjukkan nilai vital. Di samping itu, kegiatan rekreasi dan mengisi waktu luang juga dapat menjaga vitalitas tubuh. Oleh karena itu, nilai vital mencakup pula nilai rekreasi.
Orang yang menganggap penting nilai rekreasi akan merencanakan secara baik kegiatan rekreasi mereka. Bagi mereka, setelah tubuh digunakan bekerja sehari-hari, harus diberikan kesempatan beristirahat dan penyegaran kembali (rekreasi). Sekarang Anda tentu dapat mengerti, mengapa ada orang yang rela mengeluarkan biaya besar untuk membeli sarana kebugaran. Tempat-tempat rekreasi di luar kota selalu padat dikunjungi orang, terutama waktu hari libur. Itu semua sebagai cerminan bahwa masyarakat menjujung tinggi nilai kebugaran dan rekreasi.

4. Nilai Perserikatan
Nilai perserikatan tercermin dalam bentuk kesukaan manusia mendirikan berbagai organisasi atau kelompok. Di sekolah atau di rumah, Anda membentuk kelompok bermain yang terdiri dari teman sebaya. Apabila Anda menyukai bulu tangkis, tentu Anda dengan senang hati bergabung dalam salah satu klub bulu tangkis dan menjadwalkan latihan bersama pada hari-hari tertentu. Dalam berbagai bidang kehidupan, orang senantiasa membentuk perserikatan atau
organisasi-organisasi. Di bidang perdagangan ada organisasi dagang, di bidang tani dan nelayan ada kelompok tani dan nelayan, di bidang politik ada partai politik, bahkan ibu-ibu rumah tangga membentuk kelompok-kelompok arisan. Ini semua menunjukkan, bahwa setiap orang menjunjung nilai perserikatan, karena manusia adalah makhluk social (bermasyarakat). Walaupun demikian, kadar penghargaan nilai ini dapat diukur dari cara-cara mereka berserikat, apakah benar-benar mencerminkan nilai dan arti penting dari perserikatan itu atau tidak. Amatilah Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) di sekolah Anda. Apakah keberadaan OSIS itu asal berdiri secara formal atau benar-benar menjadi sarana bagi siswa untuk belajar berorganisasi?
Jenis-jenis nilai sosial yang dijelaskan di atas, bukanlah satu-satunya penggolongan nilai. Anda dapat memperoleh banyak informasi mengenai berbagai macam nilai sosial dengan mempelajari sumber lain. Akan tetapi, penggolongan di atas setidaknya cukup mewakili.

Sumber Tulisan : Buku BSE Sosiologi Kelas 10 – Suhardi Sri Sunarti