Wednesday, February 25, 2015

Perjanjian Internasional Lengkap


Materi PKN by SUMART BLOG

Selamat Datang Di Blog Kami...

Pada postingan kali ini saya akan membahas materi dari mata pelajaran PKN yang berisi pengertian perjanjian internasional. Menurut saya cukup mudah untuk memahami isi suatu materi. Hanya butuh kemauan untuk mengasah sebuah kemampuan.

Nah kita lanjutkan saja , Apa sih yang dimaksud dengan perjanjian internasional itu?
Berikut ini penjelasannya....

     Banyak sekali pengertian dari Perjanjian Internasional, hal ini dikarenakan banyaknya ahli di bidang kenagaraan yang mulai menjamur dan tokoh dunia yang jenius. Namun saya hanya membahas beberapa pendapat tentang Perjanjian Internasional.
      
     Beberapa pendapat tentang definisi dan batasan perjanjian internasional seperti berikut.

a. Mochtar Kusumaatmadja

  Adalah Seorang ahli hukum internasional, mendefinisikan perjanjian internasional sebagai berikut.

”Perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan hukum tertentu.”

b. Oppenheim dan H. Lauterpacht,

Ahli kenegaraan dari Amerika, memberi batasan hukum internasional sebagai berikut.

”Perjanjian internasional adalah konvensi atau kontrak antardua negara atau lebih mengenai beberapa macam kepentingan”.

c. Konvensi Wina Tahun 1986

Terdapat dalam pasal 2 ayat (1a) sebagai berikut.

”Perjanjian internasional berarti suatu persetujuan internasional yang diatur dengan hukum internasional dan ditandatangani dalam bentuk tertulis, baik antarsatu negara atau lebih maupun antarorganisasi internasional”.


d. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional

Menjelaskan bahwa perjanjian internasional adalah perjanjian dalam bentuk dan nama tertentu yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik.

      Berdasarkan pendapat tentang perjanjian internasional tersebut dapat disimpulkan bahwa Perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau lebih yang bertujuan untuk mengadakan akibat-akibat hukum tertentu.

Materi PKN by SUMART BLOG

TAHAP-TAHAP PERJANJIAN INTERNASIONAL

      Ada beberapa tahapan atau langkah dalam pembuatan perjanjian internasional. Tahapan pembuatan perjanjian internasional secara universal didasarkan pada ketentuan dalam Konvensi Wina 1969. Prosedur pembuatan perjanjian internasional berdasarkan Konvensi Wina 1969 meliputi langkah-langkah berikut.

a. Perundingan (Negotiation)

  Dalam hubungan internasional mutlak diperlukan upaya pembicaraan dan pemecahan berbagai persoalan yang timbul antara negara yang satu dengan negara lainnya. Hal ini mendorong negara-negara tersebut untuk mengadakan perundingan yang pada akhirnya melahirkan suatu treaty (kesepakatan). Tujuan diadakannya perundingan tersebut untuk bertukar pandangan tentang berbagai
masalah, seperti masalah politik, ekonomi, penyelesaian sengketa atau pendirian lembaga-lembaga internasional, seperti PBB, ILO, dan WTO.

   Setelah para pihak bersepakat untuk mengadakan perundingan, tiap-tiap negara menunjuk organ-organ yang berkompeten untuk menghadiri perundingan. Dalam konstitusi suatu negara maupun dalam Konvensi Wina 1969, kepala negaralah yang bertanggung jawab tentang terselenggaranya perundingan itu. Akan tetapi, dalam praktik diplomatik jarang sekali kepala negara ikut dalam perundingan dan hanya diwakili oleh wakil-wakil yang berkuasa penuh.

   Apabila perundingan tidak dilakukan oleh kepala negara, dapat dihadiri oleh menteri luar negeri, atau wakil diplomatiknya, atau wakil-wakil yang ditunjuk dan diberi surat kuasa penuh (full power letter) untuk mengadakan perundingan dan menandatangani atau menyetujui teks perjanjian dalam konferensi. Hal ini ditegaskan dalam Konvensi Wina 1969 pasal 7 ayat (1) dan (2).

    Perjanjian bilateral dalam perundingan disebut dengan talk, sedangkan untuk perjanjian multilateral disebut dengan diplomatic conference atau dilakukan dengan konferensi diplomat. Perundingan yang demikian dapat juga dilakukan secara tidak resmi yang sering disebut dengan corridor talk atau lobbying, yaitu dilakukan pada waktu istirahat saling bertukar pikiran atau saling mempengaruhi.


b. Penandatanganan (Signature)

   Setelah berakhirnya perundingan, pada teks perjanjian yang telah disetujui oleh wakil-wakil berkuasa penuh dibubuhkan tanda tangan atau mereka menandatangani protokol tersendiri sebagai prosedur penandatanganan. Protokol adalah persetujuan yang isinya melengkapi (suplemen) suatu konvensi. Akibat dari penandatanganan suatu perjanjian tergantung pada ada tidaknya persyaratan ratifikasi perjanjian tersebut. Apabila perjanjian atau traktat harus diratifikasi, penandatanganan hanya berarti utusan-utusan telah menyetujui teks perjanjian dan bersedia menerimanya serta akan meneruskan kepada pemerintah yang berhak untuk menerima atau menolak traktat tersebut. Jadi, mengikatnya perjanjian dinilai mengikat setelah diratifikasi oleh pihak yang berwenang.

     Dalam perjanjian bilateral penandatanganan dilakukan oleh kedua wakil negara yang telah melakukan perundingan sehingga penerimaan hasil perundingan secara bulat-bulat penuh, mutlak sangat diperlukan oleh kedua belah pihak. Sebaliknya, dalam perjanjian multilateral penandatanganan
naskah hasil perundingan dapat dilakukan jika disetujui 2/3 dari semua peserta yang hadir dalam perundingan, kecuali jika ditentukan lain.


c. Pengesahan (Ratifikasi)

    Sesudah penandatanganan oleh wakil berkuasa penuh, para delegasi meneruskan naskah perjanjian tersebut kepada pemerintahnya untuk meminta persetujuan. Oleh karena itu, dibutuhkan penegasan oleh pemerintah yang bersangkutan setelah mereka mempelajari dan setelah diajukan kepada parlemen bilamana perlu. Penegasan tersebut dinamakan dengan ratifikasi atau pengesahan, kecuali jika ditentukan lain dalam perjanjian bahwa perjanjian itu akan mengikat tanpa harus diratifikasi terlebih dahulu. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa ratifikasi bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada negara-negara peserta guna mengadakan peninjauan serta pengamatan secara saksama terhadap isi perjanjian. Dengan demikian, negara dapat mengambil keputusan untuk mengikatkan diri atau tidak terhadap perjanjian tersebut.

    Dalam pasal 2 Konvensi Wina 1969, ratifikasi didefinisikan sebagai tindakan internasional ketika suatu negara menyatakan kesediaannya atau melahirkan persetujuan untuk diikat oleh suatu perjanjian internasional. Oleh karena itu, ratifikasi tidak berlaku surut, tetapi baru mengikat sejak tanggal penandatanganan ratifikasi. Ratifikasi biasanya dibuat oleh kepala negara yang berkepentingan kemudian diteruskan dengan pertukaran nota ratifikasi di antara negara-negara peserta perjanjian. 

   Ratifikasi perjanjian internasional dapat dibedakan sebagai berikut.

  1. Ratifikasi oleh badan eksekutif yang biasa dilakukan oleh rajaraja absolut dan pemerintahan otoriter.
  2. Ratifikasi oleh badan legislatif yang jarang digunakan.
  3. Ratifikasi campuran (DPR dan pemerintah) merupakan sistem yang paling banyak digunakan karena peranan legislatif dan eksekutif sama-sama menentukan dalam proses ratifikasi suatu perjanjian.

    Di Indonesia, ratifikasi atau persetujuan terhadap perjanjian internasional dilakukan oleh presiden dengan persetujuan DPR. Hal ini didasarkan pada bunyi pasal 11 ayat (1) UUD 1945 sebagai berikut.
”Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain”.
    
  Pengesahan perjanjian internasional oleh pemerintah Republik Indonesia dilakukan sepanjang dipersyaratkan oleh perjanjian internasional tersebut. Pengesahan perjanjian internasional dapat dilakukan dengan ”undang-undang” atau ”keputusan presiden”.

 Pengesahan dengan undang-undang memerlukan persetujuan DPR. Pengesahan perjanjian internasional dilakukan dengan undangundang, apabila berkenaan dengan hal-hal berikut.

1) Masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara.
2) Perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara Republik Indonesia.
3) Kedaulatan atau hak berdaulat bagi negara.
4) Pembentukan kaidah hukum baru.
5) Pinjaman dan hibah dari luar negeri.

     Bagaimana dengan perjanjian yang tidak berkaitan dengan halhalyang dipersyaratkan dalam pengesahan melalui undang-undang?
    Apabila materi perjanjian tidak berkaitan dengan hal-hal yang dipersyaratkan dalam pengesahan melalui undang-undang, pengesahan dilakukan dengan keputusan presiden. Pengesahan perjanjian internasional dengan keputusan presiden ini selanjutnya diberitahukan kepada DPR.
    
    Pembuatan perjanjian internasional dimulai dengan penunjukan wakil-wakil yang akan berunding atas nama negara yang mewakilkan. Selanjutnya, perundingan akan dibedakan antara perjanjian bilateral dan multilateral. Adakalanya seorang wakil hanya mendapat kekuasaan untuk berunding dan tidak termasuk menandatangani perjanjian.

   Setelah konsep atau rencana perjanjian dapat disetujui, dokumen tersebut siap untuk ditandatangani. Pada tahap ini perlu ditegaskan perjanjian itu harus diratifikasi atau tidak. Penandatanganan hanya berarti bahwa para utusan menyetujui naskahnya dan untuk selanjutnya disampaikan kepada pemerintah negara masing-masing. 
     
   Apabila perlu dilakukan ratifikasi, dokumen tersebut akan disampaikan kepada pemerintah masing-masing. Prosedur persetujuan atau ratifikasi ini diatur sepenuhnya oleh hukum nasional negara masing-masing. Jadi, dalam hal ini hukum internasional tidak turut campur. Sesuai dengan asas kedaulatan negara, tidak ada keharusan bagi suatu negara untuk meratifikasi suatu perjanjian. 

Akan tetapi, dalam praktik suatu negara yang telah menandatangani perjanjian diharapkan untuk meratifikasinya. Pertimbangan perlunya melakukan ratifikasi sebagai berikut.

  1. Negara-negara berhak untuk mengkaji dokumen yang telah ditandatangani oleh para wakil yang berunding.
  2. Berdasarkan kedaulatan yang dimiliki oleh setiap warga negara, setiap warga negara berhak untuk menarik diri apabila dikehendaki.
  3. Dalam perjanjian perlu dilakukan penyesuaian dengan hukum nasional dari setiap negara yang mengadakan perjanjian.
  4. Pemerintah perlu meminta pendapat umum tentang isi perjanjian tersebut (asas demokrasi). 

   Pertumbuhan sistem konstitusional negara menyebabkan organ-organ selain kepala negara dapat turut serta dalam penutupan perjanjian internasional. Hal itu merupakan faktor yang menjadikan ratifikasi sangat penting. Akan tetapi, praktiknya berbeda-beda oleh setiap negara. Misalnya, ada negara yang mensyaratkan persetujuan dari parlemen meskipun secara tegas dinyatakan bahwa perjanjian mulai berlaku sejak ditandatangani. Sementara itu, ada negara yang hanya mengikuti ketentuan yang ada di dalam perjanjian itu.

Materi PKN by SUMART BLOG

Materi PKN :


Tunggu materi selanjutnya dan tetap ikuti postingan kami dengan google +
Terima kasih atas kunjungannya, Beri komentar anda.

Share this

0 Comment to "Perjanjian Internasional Lengkap"

Post a Comment

Silahkan tambahkan komentar untuk bertanya.